Selasa, 17 Januari 2012

PERAN GETAH POHON JARAK ( Jatropha Curcas L) SEBAGAI PENGOBATAN ALTERNATIF SARIAWAN (STOMATITIS AFTOSA REKUREN/SAR MINOR)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Konsep sehat dan sakit berhubungan dengan proses terjadinya penyakit yaitu kuman (agen), daya tahan tubuh (host) dan lingkungan (environment). Daya tahan tubuh memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya proses infeksi. Jika terjadi suatu wabah maka tidak semua orang yang terpapar dalam kejadian wabah terkena penyakit tersebut. Disisi lain zat gizi memiliki peranan penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh seseorang sehingga terhindar dari penyakit. Salah satu jenis penyakitnya adalah stomatisis(sariawan). (Fitriana,2010).
Sariawan merupakan salah satu keadaan yang sering terjadi secara berulang pada mukosa mulut seseorang, dapat dikatakan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami sariawan baik yang ringan maupun yang berat sampai sariawan tersebut mengganggu fungsi fisiologis. Gangguan ini dapat menyebabkan seseorang penderita mengalami gangguan bicara, mengunyah, menelan bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh bila terjadi dalam waktu yang lama dengan frekuensi kejadian yang sering (Fitriana dkk, 2005).
Di kalangan masyarakat terdapat sekelompok orang yang hampir secara rutin mengalami sakit berupa luka-luka di dalam mulutnya. Kalangan masyarakat awam menyebutnya dengan nama sariawan atau panas dalam. Sedangkan dari kalangan medis penyakit ini dikenal dengan nama Stomatitis Aftosa Rekuren atau SAR. SAR bukanlah suatu penyakit yang baru, akan tetapi merupakan penyakit mulut yang relatif sering terjadi di masyarakat. Sebenarnya penyakit ini relatif ringan, tidak membahayakan jiwa, namun dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya, terutama pada penderita yang selalu berulang kejadiannya. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya prevalensi SAR berkisar 20-60% pada setiap jenis SAR, tetapi pada SAR tipe minor berkisar 70-90% dibandingkan SAR tipe lainnya. (Haikal, 2009).
Pada penelitian ditemukan bahwa individu dengan kekurangan zat besi, asam folat, bitamin B6, vitamin B12 dan kekurangan vitamin C lebih sering terkena stomatitis. Sebatang rokok juga bisa merusak vitamin C yang ada dalam tubuh, akibatnya seorang perokok lebih mudah terkena sariawan. Bila disebabkan atau terinfeksi oleh inveksi virus yang tersering adalah: Virus herpes simplex, varicella, cytomegalovirus. Bila disebabkan atau terinfeksi oleh bakteri yang tersering adalah: Streptococcus sanguis, Helicobcter pylori. Bila disebabkan atau terinfeksi oleh jamur yang tersering adalah candida sp. terutama menginfeksi bayi dan batita. (Indra Muhtadi,2010)Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman pembatas/pagar, tanaman obat dan penghasil minyak untuk lampu, bahkan sewaktu zaman penjajahan Jepang minyaknya diolah untuk bahan bakar pesawat terbang. Tanaman ini diduga berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah dan saat ini telah menyebar diberbagai tempat di Afrika dan Asia. Jarak pagar merupakan tanaman serbaguna, tahan kering, dan tumbuh dengan cepat. Tanaman ini dapat digunakan untuk kayu bakar, mereklamasi lahan-lahan tererosi atau sebagai pagar hidup dipekarangan dan kebun (Ditjenbun, 2007).
Secara ilmiah, jarak pagar memiliki nama Jatrhopha curcas. Dalam bahasa yunani Latros berarti dokter, sedangkan trophe berarti makanan atau nutrisi. Dengan kata lain, jatropha curcas berarti tanaman obat. Namun, tanaman ini juga dikenal sebagai tanaman penghasil minyak lampu. Jatropha curcas adalah tanaman yang berasal dari meksiko, Amerika tengah. Konon, Jatropha curcas dibawa ke Indonesia dan ditanam paksa pada pemerintahan Jepang. Karena akan dijadikan BBM oleh tentara jepang. (Ditjenbun, 2007).
Saat ini banyak beredar obat-obatan yang dipromosikan sebagai pencegahan maupun menyembuhkan sariawan (stomatitis) dengan cepat, sedangkan kita ketahui bahwa obat-obatan tersebut dijual dengan harga yang relatif' mahal, terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Selain itu, penggunaan obat-obatan yang kurang hati-hati atau tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Obat tradisional kembali populer dipilih sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit karena disamping harganya terjangkau, tetapi juga khasiatnya cukup menjanjikan (Fitriana dkk, 2005).

1.2              Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengaruh getah Jarak (Jatropha curcas L.) terhadap pengobatan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor

1.3              Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan karya ilmiah ini bertujuan sebagai berikut:
1.       Untuk mengetahui pengaruh getah pohon Jarak (Jatropha curcas L.) terhadap pengobatan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.

I.4     Manfaat Penulisan
Karya tulis yang berjudul “peran getah pohon jarak pagar ( Jatropha Curcas L. ) sebagai pengobatan stomatitis” diharapkan:
1.             Manfaat praktis, Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penggunaan getah jarak pagar (Jatropha curcas L.) untuk pengobatan alternatif (stomatitis) khususnya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, sehingga getah pohon Jarak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
2.             Manfaat ilmiah, diharapkan karya tulis ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan bahan bacaan bagi mahasiswa kedokteran, mahasiswa farmasi, apoteker, dan dokter  bahwa ekstrak getah pohon Jarak (Jatropha Curcas L.) sebagai pengobatan alternative stomatitis.
3.             Manfaat bagi penulis, sebagai media dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang perjalanan penyakit stomatitis.
4.             Manfaat klinis, ekstrak getah pohon Jarak (Jatropha Curcas L.) sebagai pengobatan alternatif stomatitis yang efisien dalam penggunaanya di klinik.























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1    Tinjauan Umum mengenai Pohon Jarak (Jatropha Curcas L.)

II.1.1   Taksonomi Pohon Jarak (Jatropha Curcas L.)
Jatropha Curcas L. adalah tanaman yang berasal dari daerah tropis di Meksiko, Amerika Tengah. Saat ini Jatropha Curcas L. telah menyebar diberbagai tempat di Afrika dan Asia (Anonim, 2006).
Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) telah lama dikenal masyarakat Indonesia, yaitu semasa penjajahan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Pada masa itu masyarakat diperintahkan untuk menanam jarak pagar di pekarangannya untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan perang bangsa Jepang. Oleh karena itu tidak mustahil kalau tanaman jarak pagar memiliki beberapa nama daerah (lokal) antara lain jarak budeg, jarak gundul, jarak cina (Jawa); baklawah, nawaih (NAD); dulang (Batak); jarak kosta (Sunda); jarak kare (Timor); peleng kaliki (Bugis); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); dan ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) (Ditjenbun, 2007).
Sejak Mei 2005, terjadi ”demam Jarak” di Indonesia dan mulai muncul dikenal dengan sebutan “Jarak Pagar” karena lazim ditanam di Indoenesia sebagai pagar pembatas tanah lading, pagar batas desa, pagar kuburan, bahkan pengganti nisan (namaun juga tumbuh liar ditepi-tepi jalan). Digunakan sebagai pagar, karena daunnya tidak disukai hewan ternak (sapi, kambing) sehingga dapat melindungi tanaman di”dalam pagar” (Ditjenbun, 2007).
Pohon Jarak dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi tanah yang baik. Pada lahan-lahan yang subur dimana air tidak tergenang merupakan tempat yang cocok bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal (Heller, 1996).
Tanaman Jarak  berbentuk pohon kecil maupun belukar besar yang tingginya mencapai lima meter. Cabang-cabang pohon ini bergetah dan dapat diperbanyak dengan biji, stek atau kultur jaringan dan mulai berbuah delapan bulan setelah ditanam (Ditjenbun, 2007).
Klasifikasi Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) :
Tanaman jarak  termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut (Astuti, 2008) :

Divisi                  : Spermatophyta
Subdivisi            : Angiospermae
Kelas                  : Dicotyledonae
Ordo                   : Euphorbiales
Famili                 : Euphorbiaceae
Genus                 : Jatropha
Spesies               : Jatropha curcas L.
                                    Gambar 1 : Taksonomi Pohon jarak ( Jatrhropa Curcas L)

II.1.2   Morfologi Pohon Jarak (Jatrhopa Curcass L)
Tanaman jarak  berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka mengeluarkan getah (Hambali, 2006).
Penggambaran umum morfologi tanaman jarak adalah sebagai berikut (Hambali, 2006):
a)         Daun
Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5–7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4–15 cm.
b)         Bunga
Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun.
c)         Buah
Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2–4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing – masing ruang diisi 3 biji.
d)        Biji
Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan sekitar 30 – 40 % (Hambali, 2006)..







Gambar 2 : Morfologi Pohon jarak ( Jatrhropa Curcas L)

II.1.3   Kandungan Getah Pohon Jarak (Jathropa Curcas L) sebagai pengobatan alternatif stomatitis aftosa rekuren (sar) minor

Jika dilukai, setiap bagian tanaman mengeluarkan getah yang tempo dulu dimanfaatkan untuk mencuci. Getah ini mengandung alkaloid disebut jatrophine yang dimanfaatkan sebagai obat luka (Hariyono dan Soenardi, 2005). Getah jarak bersifat antimikroba sehingga dapat mengusir bakteri seperti jenis Staphylococcus, Streptococcus, dan Escherichia coli. Getah jarak juga mengandung tannin (18%) digunakan sebagai obat kumur dan gusi berdarah serta obat luka. (Ditjenbun, 2007).







Gambar 3 : Getah pohon jarak ( Jatrhropa Curcas L) yang mengandung Alkaloid (jatrophine)

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Golongan alkaloid adalah golongan senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik dan mengandung atom N di dalam intinya (pembawa sifat basa/alkalis). Sifat umum yang dimiliki oleh golongan senyawa ini adalah: basa, rasa pahit, umumnya berasal dari tumbuhan dan berkhasiat secara farmakologis.
Semua jenis alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga dari dulu sampai sekarang masyarakat selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino. Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi :
Senyawa Alkaloid
(Nama Trivial)
Aktivitas Biologi
Nikotin
Stimulan pada syaraf otonom
Morfin
Analgesik
Kodein
Analgesik, obat batuk
Atropin
Obat tetes mata
Skopolamin
Sedatif menjelang operasi
Kokain
Analgesik
Piperin
Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Analgesik pada migraine
Reserpin
Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi
Mitraginin
Analgesik dan antitusif
Vinblastin
Anti neoplastik, obat kanker
Saponin
Antibakteri

Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000. Tanin yang terdapat pada kulit kayu dan kayu dapat berfungsi sebagai penghambat kerusakan akibat serangan serangga dan jamur, karena memilki sifat antiseptic. Tanin mempunyai sifat atau daya bakterostatik dan fungistatik. (Sovia Lenny,2006)

II.2    Tinjauan Umum mengenai stomatitis aftosa rekuren (sar) minor
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor disebut juga dengan nama Mikuliz’s apthae yang terjadi sekitar 75-85% dari semua lesi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor sering mengenai mukosa rongga mulut yang tidak mengalami keratinisasi seperti pada mukosa bibir, mukosa bukal, dan dasar mulut. Ulkus ini tidak lebih dari 8-10 mm, dilapisi membrane fibrous kekuningan dengan tepi eritematous, umumnya sembuh dalam 10-14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut (Scully, 2007).
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor mempunyai kecenderungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Seringkali terjadi pada mukosa bibir dan pipi, tetapi ulkus jarang terjadi pada mukosa berkeratin banyak seperti gusi dan palatum keras. Ulkus-ulkus biasanya terdapat disepanjang lipatan mukobukal dan seringkali tampak lebih memanjang, dimana rasa terbakar adalah keluhan awal dan diikuti dengan nyeri hebat selama beberapa hari (Langlais dan Miller, 2000).
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor bersifat kambuhan dan pola terjadinya bervariasi. Meskipun tidak ada pengobatan yang sukses sepenuhnya untuk Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, namun pada beberapa kasus terbukti bahwa pemberian obat-obatan golongan antibiotik, koagulasi, obat-obat anti keradangan, mouth rinses yang mengandung enzim aktif dan terapi kombinasi dapat mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan serta menurunkan jumlah dan ukuran ulser (Fernandes dkk, 2007).

II.2.1 Etiologi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor
Walaupun penyebab yang pasti dari Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor pencetus yang diduga memegang peranan penting dalam timbulnya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Faktor-faktor tersebut antara lain : faktor lokal, alergi, bakteri, imunologi, hematologi, hormonal, dan stres psikologis (Borrego dkk, 2002).


a.      Faktor Lokal
Trauma rongga mulut dapat berpengaruh cepatnya perkembangan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Pada studi yang dilakukan oleh Rees terhadap 128 pasien dimana 20 pasien terbukti mengalami trauma pada mukosa mulutnya yang berlanjut menjadi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Trauma tersebut disebabkan karena tergigitnya mukosa rongga mulut, sikat gigi atau makanan yang tajam yang bisa menyebabkan luka pada mukosa rongga mulut (Rees dan Binnie, 2006).
b.      Alergi
Bahan-bahan allergen yang diduga berhubungan dengan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor adalah benzoic acid dan cinnamic aldehide yang sering dipakai sebagai penyedap rasa, kacang kenari, tomat, buah-buahan terutama strawberry, coklat, kacang tanah, sereal, kacang, keju, tepung terigu atau gandum yang mengandung gluten (Scully, 2007).
c.       Bakteri
L-form streptococcal bakteria juga berperan dalam terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Jenis bakteri yang juga berperan yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, dan Helicobacter pylori (Melamed, 2007).
d.      Imunologi
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor umumnya terjadi pada pasien dengan imunodefisiensi sel B dan 40% dari pasien-pasien Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor mempunyai kompleks sirkulasi imun. Pengendapan imunoglobulin dan komponen-komponen komplemen dalam epitel dan atau respon umum seluler (cell mediated immune response) terhadap komponen-komponen imun merupakan peyebab terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor (Lawler dkk, 2002).
e.       Hematologi
Lebih dari 15-20% pasien Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor adalah penderita defisiensi zat besi, vitamin B12 atau folic acid dan mungkin juga terdapat pada penderita anemia. Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor seringkali terjadi sesudah terapi untuk mengatasi defisiensi tersebut (Lawler dkk, 2002).
f.        Hormonal
Diduga ada hubungan antara siklus menstruasi dan terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, yang berhubungan dengan kadar estrogen dan progesterone. Dimana perkiraan ada hubungan antara produksi estrogen yang rendah waktu premenstrual dengan kornifikasi mukosa mulut (Hidayanti dan Suyoso, 2006).
g.      Stres Psikologi
Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara stress dan terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor dalam 10-20% dari populasi masyarakat. Tetapi faktor stress dalam perkembangan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor masih perlu diteliti lebih lanjut (Rees dan Binnie).

II.2.2 Patogenesis Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor
a.         Stadium Prodormal
Terjadi pada 24-48 jam pertama, muncul perasaan geli pada tempat dimana lesi berkembang. Bisa disertai gejala demam, malaise, mialgia, athralgia, mual, muntah, sakit kepala, dan pembesaran kelenjar limfe. Stadium ini disertai dengan peningkatan rasa nyeri serta lesi berkembang menjadi edema popular lokal yang berhubungan dengan vakuolisasi keratinosit yang dikelilingi oleh lingkaran eritematus yang menggambarkan vaskulitis lokal dengan peningkatan infiltrasi sel mononuklear (Hidayati dan Suyoso, 2006).
b.         Stadium Ulseratif
Terjadi ulseratif yang nyeri dan ditutupi membran fibrous, dasar ulkus diinfiltrasi terutama oleh neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Stadium ini terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu (Hidayati dan Suyoso, 2006).
c.          Stadium Penyembuhan
Terjadi regenerasi epitel yang mulai menutupi ulkus serta berkurangnya rasa nyeri yang ditimbulkan (Hidayati dan Suyoso, 2006). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor biasanya sembuh dengan spontan tanpa pembentukan jaringan parut, dalam waktu 14 hari (Langlais dan Miller, 2000).


















BAB III
METODOLOGI PENULISAN

III.1  Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi pustaka murni (library research) dengan mengumpulkan, membaca, dan menelaah berbagai literatur. Informasi diperoleh dari buku, kamus, laporan penelitian, dan penelusuran melalui situs-situs internet. 

III.2  Metode Pengolahan Data
Pengolahan data pada karya ilmiah ini mengunakan metode nonstatistik, yakni pengolahan data yang tidak menggunakan analisis statistik, melainkan dengan analisis kualitatif. Hal ini dilakukan dengan mengambil intisarinya saja atau dengan cara mengutip bagian tertentu untuk mempertegas dan memperkuat pendapat atau pandangan yang relevan dengan judul penulisan.

III.3  Analisis dan Sintesis
Informasi yang dikumpulkan dianalisis secara analog dan teoritis. Permasalahan yang dikaji dikaitkan dengan hasil telaah pustaka dari berbagai sumber. Hal ini erat kaitannya dengan tinjauan pustaka sebagai dasar dalam membuat pembahasan.
Interpretasi data dibahas secara kritis dengan mengkaji  korelasi positif kandungan getah pohon jarak ( Jatrhropa Curcas L) sehingga dapat digunakan sebagai pegobatan alternatif Stomatitis. Oleh karena itu, bentuk sintesis dari karya ilmiah ini merupakan alternatif untuk menghasilkan pohon jarak (Jatrhropa Curcas L).




BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1  Pengaruh getah pohon Jarak (Jatropha curcas L.) sebagai pengobatan alternatif Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dijelaskan bahwa kandungan Menurut Onaolapo (2007),pohon  jarak  (Jatropha curcas L.) memiliki aktivitas antijamur yang baik. Jarak  ( Jatropha curcas L.) mengandung beberapa kandungan kimia, yaitu flavonoid , dan saponin yang terdapat di dalam getah tanaman jarak  (Jatropha curcas L.). Kandungan jatrophine yang mempunyai aktivitas antifungi juga ditemukandi dalam getah tanaman jarak ( Jatropha curcas L.). Sedangkan pada biji tanaman jarak  ( Jatropha curcas L.) telah ditemukan kandunganβ-glukanase yang memiliki aktivitas antifungi, dan curcin yang tidak hanya memiliki aktivitas sebagai antifungi, tetapi kandungan kimia ini juga bermanfaat sebagai antikanker (Ditjenbun, 2007).
Getah ini mengandung alkaloid disebut jatrophine yang dimanfaatkan sebagai obat luka (Hariyono dan Soenardi, 2005). Getah jarak bersifat antimikroba sehingga dapat mengusir bakteri seperti jenis Staphylococcus, Streptococcus, dan Escherichia coli. Getah jarak  juga mengandung tannin (18%) yang digunakan sebagai obat kumur dan gusi berdarah serta obat luka. (Ditjenbun, 2007).
Jika dilukai, setiap bagian tanaman mengeluarkan getah yang tempo dulu dimanfaatkan untuk mencuci. Getah ini mengandung alkaloid disebut jatrophine yang dimanfaatkan sebagai obat luka, sakit kulit, dan rematik. Getah jarak bersifat antimikroba sehingga dapat mengusir bakteri seperti jenis staphylococcus, Streptococcus dan Escherechia Coli dan dapat digunakan untuk mengatasi sakit gigi karena gigi berlubang (Hariyono dan Soenardi, 2005). Selain itu, getah jarak pagar juga dapat digunakan sebagai obat sariawan. (Ditjenbun, 2007).

Cara mengobati sariawannya adalah dengan cara :
1.      Patahkan tangkai dari pohon jarak
2.      Kemudian jika tangkai pohon jarak tersebut baru dipetik, akan ada sedikit getah yang keluar, getah itulah yang langsung dioelskan di bibir yang sedang sariawan.
3.      Bila getah belum keluar, pencet sedikit di ujung tangkainya
4.      Lakukan hal tersebut sampai sariawan sembuh.

Keunggulan dan kelemahan getah pohon jarak disbanding dengan pengobatan lain.
Keunggulan:
1.      Mudah didapat
2.      Praktis digunakan
3.      Tanpa efek samping
Kelemahan :
1.      Pada pemakaian terasa perih dan pahit















BAB V
PENUTUP

V.1    Kesimpulan
Adapun Kesimpulan Karya tulis kami adalah pohon jarak (Jatropha curcas L.) memiliki aktivitas antijamur yang baik. Pohon Jarak ( Jatropha curcas L.)mengandung beberapa kandungan kimia, yaitu flavonoid, dan saponinsyang terdapat di dalam getah tanaman jarak ( Jatropha curcas L.).kandungan jatrophine yang mempunyai aktivitas antifungi juga ditemukandi dalam getah tanaman jarak ( Jatropha curcas L.). Getah jarak bersifat antimikroba sehingga dapat mengusir bakteri seperti jenis staphylococcus, Streptococcus dan Escherechia Coli dan dapat digunakan untuk mengatasi sakit gigi karena gigi berlubang. Selain itu, getah jarak pagar juga dapat digunakan sebagai obat sariawan.

V.2    Saran
Berdasarkan karya tulis ini, maka kami mengajukan saran agar diadakannya penelitian eksperimental lebih lanjut untuk menguji apa saja yang terkandung dalam getah pohon Jarak yang dapat bermanfaat di bidang kesehatan khusunya pemanfaatan untuk membantu penyembuhan stomatitis Aftosa Rekuren / SAR minor. Kandungan pohon Jarak sebagai antimikroba yang digunakan sebagai pengobatan sariawan. Dan peneliti-peneliti berikutnya tertarik dengan judul seperti ini untuk diteliti yang dapat menjadi terobosan baru di bidang kesehatan dalam pengembangan bahan alami tradisional sehingga dapat memberi manfaat klinik secara optimal bagi masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak pagar ( Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengambangan Perkebunan. Bogor.
Anonim. 2009. Stomatitis Aphtous Reccurent/SAR (Sariawan) [internet]. Available from :  
                 <http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/sariawan.pdf..>. Accessed on 2 Januari 2012
Astuti, Yuni. 2008. Budidaya Dan Manfaat Jarak Pagar ( Jatropha curcas L)[internet]. FMA-UMB, Available from:
                 <http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/BUDIDAYA-DAN-MANFAAT-JARAK-PAGAR.pdf>. Accessed on 2 Januari 2012.
Borrego, P., dkk. 2002. Stomatitis Aftosa Recurrent. Rev Cubana Estomatol, Vol. 39, no. 2, hlm 39.
Ditjenbun. 2007. Pedoman Budidaya Tanaman Jarak Pagar. Pusat Penelitian dan Pengambangan Perkebunan. Bogor.
Fernandes, dkk. 2007. The Best Treatment for Aphthous Ulcers. American Dental Journal, hlm : 1-7.
Fitriana .2010. Diet Makanan Saring pada Penyakit Stomatitis. Bogor : Departemen gizi masyarakat fakultas ekologi manusia IPB
Greenberg, M. S. 1994. Burket : Ilmu Penyakit Mulut. Binarupa Aksara : Jakarta.
Haikal, Mohammad. 2009. Aspek Imunologi Stomatitis Aftosa Rekuren. USU [internet]. Available from : <http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8273/1/10E00345.pdf>.Accessed 2 Januari 2012
Hambali, E. 2006. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta.
Heller, Joachim. 1996. Physic Nut (Jatropha curcas 1.). Promoting the conservation and use of underutilised and neglected crops. 1. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Rescarch. Gatersleben/International Plant Genetic Resources Institute, Rome.
Hidayanti, A. N. dan Suyoso, S. 2006. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS). Berkala Penyakit Kulit dan Kelamin, Vol. 18, no. 2, hlm : 156-164.
Langlais, R. P., dan Miller, C. S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Hipokrates : Jakarta.
Lawler, dkk. 2002. Buku Pintar Patologi untuk Kedoktera Gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Lewis, M. A. O. dan Lamey, P. J. 1998. Tinjaun Klinis Penyakit Mulut. Widya Medika : Jakarta.Mcbrige, D. R. 2007. Management of Aphthous Ulcers. Lynn Community Health Center, hlm : 40-48.
Melamed, F. 2007. Aphthous Stomatitis. UCLA Medical School Journal, hlm 1-5
Rees dan Binnie. 2006. Cancer Sores (Recurrent Aphthous Stomatitis) Cause and Control. American Dental Journal, hlm : 1-8.

Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, Alkaloida. USU Repository

Scully, C. 2007. Aphthous Ulceration. American Dental Journal, hlm : 1-8.

Wibowo, Santiyo. 2007. Manfaat Tanaman Jarak Pagar.  Jakarta : Prossiding Expose.

1 komentar: